“jadi tersangka, rekening pt.nindya karya
senilai rp. 44 milliar diblokir.”
TUGAS MATA KULIAH
PERILAKU ORGANISASI
Analisis Kasus: “Jadi
Tersangka, Rekening PT.Nindya Karya Senilai Rp. 44 Milliar Diblokir.”
Dosen Pembimbing :
Ibu Charisma Ayu Pramuditha, B. Tech. Mgt,
MHRM
Disusun Oleh :
Ricky Estrada
NPM : 1721200053
Semester Genap Tahun 2018
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Multi Data
Palembang
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-Nya lah tugas ini dapat
dibuat yang berjudul “Jadi Tersangka, Rekening PT.Nindya
Karya Senilai Rp. 44 Milliar Diblokir”. Tidak lupa pula saya sampaikan ucapan terima
kasih kepada Ibu Charisma sebagai pembimbing dari mata kuliah “Perilaku
Oganisasi”. Penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam
profesi keguruan.Harapan saya semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih
banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena
itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Palembang, JUNI 2018
Penyusun
Daftar Isi
Judul dan
Cover........................................................................................................................
Kata
Pengantar..........................................................................................................................
Daftar
Isi....................................................................................................................................
Bab 1
Pendahuluan...................................................................................................................
1.1 Latar
Belakang.............................................................................................................
1.2 Rumusan
Masalah.......................................................................................................
1.3 Tujuan...........................................................................................................................
Bab 2
Isi....................................................................................................................................
2.1 Analisis
Kasus.............................................................................................................
2.2
Pembahasan...............................................................................................................
Bab 3 Penutup...........................................................................................................................
3.1
Kesimpulan..................................................................................................................
3.2
Saran...........................................................................................................................
Daftar
Pustaka...........................................................................................................................
Bab 1
Pendahuluan
1.1.
Latar
Belakang
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) memblokir
rekening Badan Usaha Milik Negara PT Nindya Karya terkait kasus korupsi
pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan
pelabuhan bebas Sabang yang dibiayai APBN 2006-2011. Diketahui, KPK telah
menetapkan PT Nindya Karya sebagai tersangka korporasi. "Sebagai bagian
dari upaya memaksimalkan asset recovery, penyidik telah melakukan pemblokiran
terhadap rekening PT NK dengan nilai sekitar Rp 44 miliar,"
Uang dalam rekening tersebut dipindahkan ke rekening penampungan KPK untuk kepentingan penanganan perkara. KPK juga menyita aset PT Tuah Sejati yang juga tersangka korporasi. Adapun aset yang disita adalah satu unit SPBU, satu unit SPBN di Banda Aceh, dan satu unit SPBE di Meulaboh.
Uang dalam rekening tersebut dipindahkan ke rekening penampungan KPK untuk kepentingan penanganan perkara. KPK juga menyita aset PT Tuah Sejati yang juga tersangka korporasi. Adapun aset yang disita adalah satu unit SPBU, satu unit SPBN di Banda Aceh, dan satu unit SPBE di Meulaboh.
Hingga hari ini, penyidik KPK telah memeriksa
128 orang saksi dalam penyidikan kasua kedua perusahaan itu. Saksi tersebut
antara lain dari unsur PNS, pensiunan, dan pejabat di lingkungan Pemda Sabang,
Staf pada Dinas perindustrian dan perdagangan Provinsi Aceh, staf dan mantan
staf Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang
(BPKS), staf dan pejabat PT Tuah Sejati, staf serta pejabat PT Nindya Karya,
dan beberapa perusajaan lain. Penyidikan terhadap PT Nindya Karya dan PT Tuah
Sejati sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara dengan
tersangka sebelumnya. KPK sebelumnya telah menetapkan empat orang tersangka
pada kasus ini. Mereka adalah Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumut dan Nangroe
Aceh Darussalam, Heru Sulaksono; PPK Satuan Kerja Pengembangan Bebas Sabang,
Ramadhany Ismy; Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Ruslan Abdul Gani;
serta Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Teuku Syaiful Ahmad.
Keempatnya sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor dan dijatuhkan hukuman penjara berbeda-beda. Proyek tersebut sejatinya telah direncanakan sejak 2004 dengan anggaran Rp 7 miliar, namun terhambat lantaran bencana Tsunami Aceh. Hanya saja tetap ada anggaran yang dikeluarkan senilai Rp 1,4 miliar sebagai uang muka. Kemudian pada 2006 dikeluarkan anggaran Rp 8 miliar, 2007 Rp 24 miliar, 2008 Rp 124 miliar, 2009 Rp 164 miliar, 2010 Rp 180 miliar, dan pada 2011 Rp 285 miliar. Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 313 miliar dalam pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang ini.
Sementara soal modus penyimpangannya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan ada tiga hal yang jadi indikasi KPK. Pertama, soal penunjukan langsung, kedua ihwal yang sejak awal sudah dipersiapkan jadi pelaksana pembangunan, dan ketiga terakhir adanya penggelembungan harga dalam penyusunan Harga Pokok Satuan (HPS). Dari dugaan korupsi ini, Nindya Karya, dan Tuah Sejati diduga menerima laba senilai Rp 94,58 miliar. Dengan rincian Nindya Karya menerima Rp 44,68 miliar, dan Tuah Sejati senilai Rp 49,90 miliar. Atas perbuatannya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Keempatnya sudah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor dan dijatuhkan hukuman penjara berbeda-beda. Proyek tersebut sejatinya telah direncanakan sejak 2004 dengan anggaran Rp 7 miliar, namun terhambat lantaran bencana Tsunami Aceh. Hanya saja tetap ada anggaran yang dikeluarkan senilai Rp 1,4 miliar sebagai uang muka. Kemudian pada 2006 dikeluarkan anggaran Rp 8 miliar, 2007 Rp 24 miliar, 2008 Rp 124 miliar, 2009 Rp 164 miliar, 2010 Rp 180 miliar, dan pada 2011 Rp 285 miliar. Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 313 miliar dalam pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang ini.
Sementara soal modus penyimpangannya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menjelaskan ada tiga hal yang jadi indikasi KPK. Pertama, soal penunjukan langsung, kedua ihwal yang sejak awal sudah dipersiapkan jadi pelaksana pembangunan, dan ketiga terakhir adanya penggelembungan harga dalam penyusunan Harga Pokok Satuan (HPS). Dari dugaan korupsi ini, Nindya Karya, dan Tuah Sejati diduga menerima laba senilai Rp 94,58 miliar. Dengan rincian Nindya Karya menerima Rp 44,68 miliar, dan Tuah Sejati senilai Rp 49,90 miliar. Atas perbuatannya, PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
1.2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah dipaparkan tersebut, maka yang menjadi pokok pembahasan pada makalah
ini, antara lain:
1.Apa factor penyebab KPK
Memblokir Rekening Badan Usaha Milik Negara PT.Nidya karya ?
2.Proyek apa yang
mengakibatkan negara mengelami kerugian yang di lakukan PT.Nindya Karya
3.Bagamana langkah hukum yang diambil
oleh pemerintah dalam kasus korupsi
PT.Nidya Karya
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah yang ada, antara lain:
1.Mengetahui
Langkah-langkah KPK dalam menindak lanjuti kasus Korupsi di Indonesia
2.Mengetahui berapa
banyak negara mengalami kerugian dan mengapa kerugian itu bisa terjadi
3.Mengetahui Langkah hukum yang dilakukan negara
Republik Indonesia dalam menindak lanjuti kasus korupsi.
Bab
2 Isi
2.1. Analisis Kasus
KPK menyatakan PT Nindya Karya merupakan BUMN pertama yang
menjadi tersangka korupsi. Perusahaan pelat merah di bidang konstruksi itu
merupakan BUMN pertama yang jadi korporasi tersangka korupsi.
"Ini adalah kasus pertama yang melibatkan BUMN menjadi tersangka. Kami mengimbau kementerian atau lembaga yang mengurus BUMN supaya segera memperbaiki tata kelola perusahaan karena seharusnya BUMN lebih bagus tata kelolanya dibanding perusahaan biasa," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Syarif menjelaskan soal alasan KPK menjerat korporasi sebagai tersangka korupsi. Salah satunya agar pengembalian kerugian keuangan negara bisa lebih maksimal.
"Untuk pengembalian aset kalau pakai instrumen hanya hukum orang saja jumlah denda sangat sedikit dan uang pengganti harus diteliti jumlah kekayaan. Maka harus korporasi diminta pertanggungjawaban. Kita baru memulainya. Kalau di negara lain sudah lazim," ucap Syarif.
Dia juga menyatakan soal penindakan korporasi telah diatur dalam peraturan di Indonesia. Menurutnya, undang-undang yang ada tidak membedakan status antara BUMN dengan perusahaan swasta dalam proses hukum. "Di dalam peraturan di Indonesia, undang-undang Tipikor dan TPPU maupun undang-undang yang lain dan dikuatkan juga dalam aturan MA tidak membedakan korporasi biasa dengan korporasi yang dimiliki negara," ujar Syarif.
Sebelumnya, KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka terkait kasus korupsi pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang 2006-2011. Dalam kasus ini, kerugian negara disebut mencapai Rp 313miliar.
Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala bentknya dirasakan masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai istilah hokum dan member batsan pengertian korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah atau badan hokum lain yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain dari masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu, Negara memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk dan menjadi suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
"Ini adalah kasus pertama yang melibatkan BUMN menjadi tersangka. Kami mengimbau kementerian atau lembaga yang mengurus BUMN supaya segera memperbaiki tata kelola perusahaan karena seharusnya BUMN lebih bagus tata kelolanya dibanding perusahaan biasa," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK, Syarif menjelaskan soal alasan KPK menjerat korporasi sebagai tersangka korupsi. Salah satunya agar pengembalian kerugian keuangan negara bisa lebih maksimal.
"Untuk pengembalian aset kalau pakai instrumen hanya hukum orang saja jumlah denda sangat sedikit dan uang pengganti harus diteliti jumlah kekayaan. Maka harus korporasi diminta pertanggungjawaban. Kita baru memulainya. Kalau di negara lain sudah lazim," ucap Syarif.
Dia juga menyatakan soal penindakan korporasi telah diatur dalam peraturan di Indonesia. Menurutnya, undang-undang yang ada tidak membedakan status antara BUMN dengan perusahaan swasta dalam proses hukum. "Di dalam peraturan di Indonesia, undang-undang Tipikor dan TPPU maupun undang-undang yang lain dan dikuatkan juga dalam aturan MA tidak membedakan korporasi biasa dengan korporasi yang dimiliki negara," ujar Syarif.
Sebelumnya, KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka terkait kasus korupsi pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang 2006-2011. Dalam kasus ini, kerugian negara disebut mencapai Rp 313miliar.
Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala bentknya dirasakan masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai istilah hokum dan member batsan pengertian korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah atau badan hokum lain yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran yang lain dari masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu, Negara memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk dan menjadi suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
- Pendekatan
pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan
pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan
pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga
strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu:
1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan
diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab
yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan
penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan
peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam
pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama
dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka
perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan
dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem
tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal
apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya
berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan
sosial.
3. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama
dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan
tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran
ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di
segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat
dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi
pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang
hendak dilaksanakan.
Adapula
strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara
lain :
1.
Gerakan “Masyarakat
Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya
tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti
korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu
bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya
koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan
korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja
tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat
ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral
agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2.
Gerakan “Pembersihan”
yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang
bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang
tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial
untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi
sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows
strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi yang sudah ada
terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai posisinya masing-masing
dalam struktur organisasi tersebut.
3.
Gerakan “Moral” yang
secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar
bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan
moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat
menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima,
mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat
dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun
peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
4.
Gerakan
“Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan
orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada
pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada
mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena
korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan
Negara
mengeluarkan 3 produk hukum tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu:
UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan UU No 28 Tahun 1999 tentang enyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Kesimpulan
dari ketiga UU yang menyangkut pemberantasan tindak pidana korupsi ini
merupakan lex specialis generalis. Materi substansi yang terkandung
didalamnya antara lain :
1. Memperkaya
diri/orang lain secara melawan hokum (Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999).
Jadi, pelaku tindak pidana korupsi tersebut adalah setiap orang baik yang
berstatus PNS atau No-PNS serta korporasi yang dapat berbentuk badan hokum atau
perkumpulan.
2. Melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
3. Dapat
merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
4. Adanya
oenyakahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana (Pasal 3 UU N0.31 Tahun
1999).
5. Menyuap
PNS atau Penyelenggara Negara (Pasal 5 UU No.20 Tahun 2001).
6. Perbuatan
curang (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001).
7. Penggelapan
dalam jabatan (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
Oleh
karena itu, keberadaan produk regulasi yang diberikan Negara untuk
menyelamatkan keuangan
Negara dari perilaku korupsi, sangatlah dituntu kepada para aparat penegak
hokum lainnya untuk semkasimal mungkin dapat memahami rumusan delik yang
terkait dan menyebar di setiap pasal yang ada agar tepat dalam menerapkan
kepadapara pelaku.selain itu juga diperlukan strategi pemberantasan
korupsi yang sangat jitu dan tepat.
Penerapan
sangsi normatif mengenai korupsi kepada para pelakunya tidakakan bermanfaat dan
bernilai penyesalan bilamana tidak diikutkan juga beberapa strategi. Ada 3 hal
yang harus dilakukan guna mengurangi sifat dan perilaku masyarakat untuk
korupsi, anatara lain;
(1)
menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah,
(2)
menaikkan moral pegawai tinggi, serta
(3)
legislasi pungutan liar menjadi pendapat resmi atau legal.
2.2.
Pembahasan
A. DEFINISI Korupsi
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington(1968) adalah
perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh
masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi
kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang
yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak
para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai
makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala
salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus
terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan
adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau
pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga,
sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang
pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari
seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang
menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku
pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif
Memperhatikan
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak
Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi
Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
- Secara
melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
- Dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau
perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Memberi
hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)
- Percobaan
pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal
15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan
maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
- Memberi
sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau berhubung
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20
Tagun 2001)
- Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara
yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001)
- Pemborong,ahli
bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada
waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan
perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap
orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat
(1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap
orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia
atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap
orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai
negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja
menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau
digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal
8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai
negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku
atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor
20 Tahun 2001)
- Pegawai
negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan
di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan
orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
-PegawainegeriatauPenyelenggaraNegarayang:
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undangNomor20tahun2001)
Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakanhutang
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
-PegawainegeriatauPenyelenggaraNegarayang:
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undangNomor20tahun2001)
Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)
Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakanhutang
Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
- Memberi
hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang
melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif
adalah sebagai berikut :
- Pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Hakim
atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat
atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
- Orang
yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia, atau
kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun
2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
- Pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga
akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan
huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Hakim
yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20
tahun 2001)
- Advokat
yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa
hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang
diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk
diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Setiap
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).
B.Faktor-FaktorPenyebabKorupsi
Penyebab adanya tindakan korupsi bervariasi. Dalam teori yang dikemukanan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi:
Penyebab adanya tindakan korupsi bervariasi. Dalam teori yang dikemukanan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi:
- Greeds (keserakahan), berkaitan dengan adanya
perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
- Opportunities (kesempatan), berkaitan dengan keadaan
organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemekian rupa, sehingga
terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
- Needs (kebutuhan), berkaitan dengan faktor-faktor
yang dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya yang
wajar.
- Exposures (pengungkapan), berkaitan dengan tindakan
atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku
diketemukan melakukan kecurangan.
Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan
dengan individu pelaku (actor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam
organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan
pihak korban. Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan
dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat
yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontral dan sebagai). Lain lagi yang dikemukakan oleh OPSTIB Pusat, Laksamana Soedomo yang menyebutkan ada lima sumber potensial korupsi dan penyelewengan yakni proyek pembangunan fisik, pengadaan barang, bea dan cukai, perpajakan, pemberian izin usaha, danfasilitas kredit perbankan.
Selain penyebab yang telah disebutkan diatas, masih banyak lagi penyebab derasnya korupsi yang terjadi di Indonesia, antara lain sebagai berikut korupsi yang terjadi di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seorang melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontral dan sebagai). Lain lagi yang dikemukakan oleh OPSTIB Pusat, Laksamana Soedomo yang menyebutkan ada lima sumber potensial korupsi dan penyelewengan yakni proyek pembangunan fisik, pengadaan barang, bea dan cukai, perpajakan, pemberian izin usaha, danfasilitas kredit perbankan.
Selain penyebab yang telah disebutkan diatas, masih banyak lagi penyebab derasnya korupsi yang terjadi di Indonesia, antara lain sebagai berikut korupsi yang terjadi di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
- Tanggung jawab profesi, moral, dan sosial yang rendah
- Sanksi yang lemah dan penerapan hukum yang tidak
konsisten dari institusi penegak hukum, institusi pemeriksa./ pengawas
yang tidak bersih/ independen
- Rendahnya disiplin/ kepatuhan terhasdap Undang-Undang
dan Peraturan
- Kehidupan yang konsumtif, boros, dan serakah (untuk
memperkaya diri sendiri)
- Lemahnya pengawasan berjenjang (internal) dalam
pelaksanaan tugas
D. DAMPAK
KORUPSI
Korupsi memiliki pengaruh yang negatif bagi
suau negara. Akibat dari tindak korupsi tersebut memiliki dampak yang sangat
berpengaruh bagi negara. Berikut dampak dari korupsi.
1. Dampak Terhadap Ekonomi
Ekonomi berfungsi sebagai faktor terpenting bagi masyarakat. apabila
korupsi sudah masuk pada perekonomian negara mana mungkin bisa makmur
masyaraktnya jikalau semua proses ekonomi dijalankan oleh oknum yang korup.
Hasil dari dampak korupsi terhadp ekonomi yakni,
·
Lambatnya
Pertumbuhan ekonomi dan Investasi
·
Turunya
Produktifitas
·
Rendahnya
Kualitas Barang dan Jasa
·
Menurunnya
Pendapatan Negara dari Sektor Pajak
·
Meningkatnya
Hutang Negara
2. Dampak Sosial dan Kemiskinan Rakyat
Dari dampak sosial dan
Kmiskinan Rakyat akan menyebabkan
·
Mahalnya
harga jasa dan pelayanan publik
·
Lambatnya
pengentasan kemiskinan rakyat
·
Akses
bagi masyarakat sangat terbatas
·
bertambahnya
anka kriminalitas
3. Runtuhnya Otoritas Pemerintahan
Penyebab dari runtuhnya otoritas pemerintahan yakni,
·
Matinya
Etika Sosial Politik
para wakil rakyat sudah tidak dapat dipercaya sebagai pelindung rakyat,
karna mereka hanya memikirkan anak buah mereka jika salah satu dari mereka
melakukan tindak korupsi dengan kekuatan politiknya mereka akan melakukan
berbagai cara untuk menyelamatkannya.
·
Tidak
Berlakunya Peraturan dan Perundang Undangan
peraturan perundang undangan tidak lagi berlaku karna, kebanyakan para
pejabat tinggi, pemegang kekuasaan atau hakim sering kali dijumpai bahwa mereka
mudah sekali terbawa oleh hawa nafsu mereka. dan juga sering kali semua
permasalahan selalu diselesaikan dengan korupsi.
4. Dampak Terhadap Politik dan
Demokrasi
Dari dampak terhadap
politik dan demokrasi tersebut menghasilkan
·
Munculnya
kepemimpinan yang korup
·
Hilangnya
kepercayaam publik pada demokrasi
·
Menguatnya
system politik yang dikuasai oleh pemilik modal
·
Hancurnya
kedaulatan rakyat.
5. Dampak Terhadap Penegak Hukum
korupsii terhadap penegak
hukum dapat melemahkan suatu pemerintahan. bahwasanya setiap pejabat atau
pemegang kekusaan memiliki peran penting dalam membangun suatu negara, apabila
pejabat sudah melalaikan kewajibannya maka yang akan terjadi yakni,
·
Fungsi
pemerintahan tidak berjalan dengan baik
·
Masyarakat
akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah
6. Dampak terhadap Pertahanan dan
keamanan
Dampak terhadap pertahanan dan
keamanan mengakibatkan
·
Lemahnya
alusistra (senjata) dan SDM
·
Lemahnya
garis batas negara
·
Menguatnya
kekerasan dalam masyarakat
7. Dampak Terhadap Lingkungan
Dampak korupsi terhadap
lingkungan dapat menyebebabkan
·
Menurunya
kualitas lingkungan
·
Menurunnya
kualitas hidup
Bab 3 Penutup
3.1. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak
perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau
perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek.
Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan
uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan
kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu
bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
3.2. Saran
Sikap untuk menghindari
korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi dapat dimulai
dari hal yang kecil
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar